Kamis, 03 Januari 2008

fajarku dan bulanku

Sang fajar terbit mengoyak kegelapan malam. Kicauan burung membahana memecah kesunyian pagi. Angin sejuk hilir mudik menghampiri setiap sudut dunia. Saat matahari merekah satu persatu orang keluar dari istananya. Namun aku masih saja mematung dibranda rumahku. Meresapi setiap inci sinar matahari yang menerpa diriku. Entah sampai kapan aku bisa menikmati keindahan dunia ini. Aku tak tau kapan sang malaikat akan menghampiriku dan menarik jiwaku. Aku hanya bisa merasakan setiap detak napas kehidupan yang membawaku pasa suatu kematian. Aku ingin hidupku ini dipenuhi oleh sinarnya.

#### #### #### ####

Suara detak jantungku membahana mengelilingi kamar besar ini. Sinar matahari menerobos masuk menerpa diriku yang terbaring lemah diranjang. Jarum infus yang menusuk nadiku seakan seperti menusuk-nusuk seluruh bagian tubuhku. Aku hanya bisa memandang langit-langit kamar rumah sakit ini. Rasanya sakit sekali melihat diriku dikelilingi oleh alat-alat rumah sakit ini.

“Jennifer”suaranya sudah tidak asing lagi ditelingaku namun untuk memastikannya aku menoleh kearah wanita muda cantik yang tengah berdiri dan tersenyum padaku diambang pintu.

“renata”ratapku diselingi dengan senyum pahitku. Sekejap suasana menjadi hening. Yang terdengar hanya suara detak sepatu hak rena yang berdentuman dengan lantai. “apa kabar?”tanyaku mencairkan suasana. “baik, kamu?”Tanya nya ragu. Aku tertawa kecil lalu tersenyum getir. “aku sangat baik jika dibantu oleh alat-alat ini”kataku sambil menunjuk alat-alat pernapasan yang menggerogoti tubuhku.

“tenang saja, sebentar lagi kamu bisa bernapas dengan tenang”senyumnya seakan menusuk relung hatiku. Entah apa yang membuat ku merasa bahwa kata-katanya seperti salam perpisahan yang menggores jiwaku.

Dahiku mengkerut, menandakan bahwa aku benar-benar tidak mengerti perkataannya. Saat ini aku hanya bagaikan mayat hidup, tidak bisa berbuat apa-apa. Sedikit saja letih yang kurasakan sangat mempengaruhi pernapasanku yang sudah semakin melemah.

Rena tersenyum lalu berlalu meninggalkanku tanpa menoleh.

“rena….renata……..”

BHUK…

“mimpi”napasku tersengal-sengal. Aku lagi-lagi mimpi hal itu. “renata.. siapa dia?kenapa sepertinya aku kenal dia? Sialan gw gak pernah mimpi berulang-ulang seperti ini”. Aku berdiri dan melemparkan tubuhku lagi keranjang. “aduh”ringisku seraya memegang dadaku yang terasa perih. Jantungku berdetak kencang seakan-akan ingin terlonjak dari dadaku.

“aaa……..”ringisku lagi. Rasa sakit itu semakin dalam dan dalam

“aaaaaaaaaaa…….” Kesadaranku hilang dibawa pergi oleh waktu yang terus bergulir mengikuti detak jantungku.

### ### #### ### ### ###

“rena apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?”Tanya seorang wanita separuh baya kepada anaknya yang tengah sibuk membenahi kamarnya.

“ma klo nanti rena gak ada, mama jangan lupa yah beresin kamar rena”kata rena pelan.

“rena,,,mama tanya sama kamu, apa kamu yakin dengan keputusanmu?”

“ma.. rena gak mau hal yang dulu terjadi pada papa dan ade kiki terjadi pada orang lain” rena menghentikan pekerjaannya dan mulai serius pada pembicaraaan mamanya.

“apa kamu tidak kasian melihat mama nanti sendirian tanpa kamu?” Tanya vina dengan nada sedih.

Rena menatap mamanya lalu memeluknya dengan erat. “ma… rena punya janji sama papa, kiki dan diri sendiri, dank lo rena tidak menjalankan janji rena, rena gak bakal maafin diri rena sendiri seumur hidup”

Butiran-butiran kesedihan pecah membasahi hati. Menyusuri aliran waktu yang bergejolak dengan perasaan yang masih saja melantunkan irama pahit yang menanti kematian.

“rena sayang mama”ratap rena dalam isaknya. Vina hanya bisa membelai rambut panjang anaknya yang mungkin untuk terakhir kalinya

“mama jangan lupain rena yah, rena gak akan lupa sama mama yang selalu bisa jadi mama yang paling baik didunia ini”rena melapaskan pelukannya pada mamanya dan menghapus air matanya. “rena mesti pergi sekarang,”rena berlalu meninggalkan vina tanpa menoleh sedikitpun.

“rena…..”teriakan vina membahana memecah jiwa yang gelap.

### ### ### ### ###

Saat mataku terbuka, aku seakan mendapatkan kesempatan hidup untuk kedua kalinya. Dalam tidurku aku merasakan kematian sedang memanggilku. Tapi entah cahaya apa yang menjemputku dalam kegelapan kematian.

“jennnifer” panggilan itu membuatku tersentak dalam lamunan kesadaranku.

“mama”aku berusaha tersenyum pada wanita separuh baya ini,

“makasih tuhan engkau memang maha pengasih, Jennifer kamu sudah sadar sayang”mama membelai wajahku yang masih pucat. Dan aku hanya bisa tersenyum. Seluruh tubuhku rasanya sangat kaku untuk digerakkan. Tapi hatiku tidak bisa dipungkiri, aku sangat senang bisa melihat mama lagi. Aku kira aku tidak akan melihatnya lagi. Tapi tuhan berkehendak lain.

”jen.. ”aku tersentak saat mendengar suara itu. Jantungku berdetak kencang saat mendengar suara itu. Aku dengan cepat menoleh kesumber suara itu.

”kak ...”kata dengan suara parau. Tapi jantungku masih saja berdetak kencang. Aku memegang dadaku yang rasanya perih kerena berdetak kencang.

”jennifer kamu gak papa nak?”tanya mama panik.

”gak papa kok”kataku berusaha menahan detakakan jantungku yang semakin setelah seseorang menyentuh lenganku.

bersambung coyy.....

 
posted by fifah at 01.59, | 0 comments
Sabtu, 10 November 2007

seperti janji kita

Via mendengus kuat-kuat untuk membuang sebal yang menumpuk dibahunya. Vian geblek, Vian sableng, Vian mabuk, makinya dalam hati. Mau jam berapa lagi nyari buku yang disuruh Pal Lukas, sekarang saja sudah pukul tiga sore dan kunyuk itu belum muncul juga.

Seorang cowok melintas pelan dengan motornya. Via mengenalnya cukup baik, karena mereka pernah sekelas saat esempe.

”bert” panggilnya sambil melambai.

Kendaraan roda dua itu berhenti tepat di depan Via.

”hai, Ia” sapa Albert. ”what’s up?”

”lihat Vian?”

”anak rajin itu? Di lab kimia”

”Lab kimia? Hari ini kan gak ada pratikum.”

Albert nyengir kuda. ”kalau jadi asisten guru praktek, kamu berhak buat jam tambahan untuk menyiksa juniormu. Alasannya gampang : pengarahan topik minngu depan.”

”tapi minggu depan kan pratikum ditiadakan karena mau ujian”

”sudah kubilang, kakak kelas sering buat pelajaran ekstra dengan tujuan yang sama sekali gak mulia. Dan adik-adik kelas gak boleh protes, hanya boleh manggut-manggut”

”jadi Vian sedang memberi pelajaran ekstra?”

”yo’a. Tapi aku heran, kok cuman satu orang.”

”cewek?” tebak Via.

”tahu aja.”

”viola?” kejar gadis itu.

”Eh, bener lagi. Kamu mantan dukun, ya?”

Via tak menanggapi. ”Vian brengsek, kuhajar dia nanti!”

”Begh!!!!” gumam Albert dalam hati sambil geleng-geleng kepala. ”tampangmu mirip kereta api yang ngeluarin asap. Tut...tut...tut..” Albert nyengir-nyengir.

”aku pergi dulu, bye”

Via mengiringi kepergian Albert dengan pandangan debal. Dihentakkannya kaki kuat-kuat, berharap dengan demikian kekesalannya tersalurkan. Sia-sia. Yang terjadi adalah ... kekesalannya naik selevel menjadi kemarahan dan detik demi detik kadarnya bertambah__ apalagi mengingat siapa cewek yang membuat Vian melupakannya. Padahal jangankan ada kejadian begini, sehari-hari saja Via bisa jengkel dengan mendengar nama cewek itu.

Viola Rafflys mungkin gadi terpopuler disekolah mereka saat ini, hampir tidak ada yang tidak mengenalnya. Bisa jadi bakteri dan jamur disudut kamar mandipun kenal dengan sosok centil yang cakep itu. Via mangkel bukan karena merasa tersaingi, namun lebih karena Viola ’merebut’ Vian__sobatnya yang sebelum ini tidak pernah melupakan semuanya janji mereka.

Hari ini, keajaiban terjadi. Agaknya Viola sudah bosan dengan teman-teman cowok gaul dan hobi dugem, sehingga mulai beralih selera ke cowok alim seperti Vian. Vian memang nakal, usil, suka humor dan rada jahil__ tapi dia gak urakan, itu membuat Via senang berteman dengannya.

Via tidak keberatan jika Viola mangambil semua cowok di sekolah ini, termasuk satpam dan tukang kebun, asal jangan Vian. Cowok jangkung itu terlalu baik untuknya dan Via tidak rela Vian ’rusak’ gara-gara dekat dengan Viola.

Selama ini Vian selalu mempunyai image yang baik disekolah __ dari teman-teman, adik kelas, juga para guru. Dia pintar, rendah hati dan memiliki jiwa pendidik, tidak heran dia terpilih sebagai asisten untul Lab kimia dan biologi. Tentu saja yang dibimbingnya adalah adik-adik kelas.

Lain halnya dengan Viola. Sejak esempe, dia sudah terkenal suka gonta-ganti pacar. Via tidak peduli karena gedung SMP dan SMA agak terpisah. Tapi sejak Viola naik ke kelas 1 SMU, dia mulai diburu perasaan khawatir, jangan-jangan si centil mengicar Vian.

Hari ini kekhawatirannya terbukti. Pasti Viola dengan tampang lugu mendatangi Vian di lab, dengan alasan ada pelajaran yang tidak dimengerti. Dan Vian yang pengiba, dengan senang hati membantunya __ sampai lupa kalau Via sudah hampir gosong dipanggang matahari.

Gadis itu menggigit bibir bawah, beberapa menit masih menimbang-nimbang aakah akan menyusul Vian ke lab dan melanjutkan rencana mereka, atau pulang saja. Dengan setengah ragu, dia memutuskan pergi ke lab. Koridor menuju ruangan praktikum tersebut sudah sepi.

Semakin dekat, Via semakin deg-degan. Entah mengapa, dia merasa sangat berat hati menjumpai Vian, terlebih mengingat Viola juga ada disana. Dari jauh, lab terlihat kosong. Namun setelah dekat, Via melihat jelas ada dua orang di dalam. Dia merapat ke jendela.

Pada sudut yang agak jauh dari pintu masuk, Vian dan Viola duduk bersisan, membelakangi Via. Mereka tampak santai dan gembira. Via tidak dapat mendengar percakapan yang terjalin, hanya saja menyaksikan ekpresi bahagia di wajah Vian__ sepertinya di sangat menikmati keakraban dengan Viola. Cewek itu sendiri tidak segan-segan mencubit lengan Vian atau menggelitiki pinggangnya.

Dan itu membuat Via sedih. Viola membuat Vian melupakannya. Kalau menuruti gejolak hati, ingin sekali dia masuk kemudian menarik Vian. Untunglah dia cukup tahu diri. Vian punya hak berteman dengan siapa saja yang disukainya, tanpa terkecuali.

Via berbalik, meninggalkan lab, pulang dengan wajah murung. Ada sebentuk suara dalam hatinya yang membisikkan, dia mungkin akan segera kehilangan Vian.

*** *** ***

Eskul olahraga, sabtu sore.

Via mengalungkan handuk kesil di lehernya, mengusap peluh diseluruh wajahnya. Sekilas dia memandang berkeliling, murid-murid kelas satu sudah mulai berdatangan, limabelas menit lagi memang giliran mereka. Sedangkan Via dan seluruh pelajar kelas tiga IPA 3 baru saja selesai.

Deg! Tubuhnya menegang melihat Vian dan Viola ada disudut aula. Seperti saat dilab dua minggu silam, saat itu pun mereka tampak sangat akrab. Via menarik napas. Sudah dua minggu pula persahabatannya dengan Vian meregang. Cowok itu dengan cepat menghilang tiap kali jam istirahat tiba atau setelah usai pelajaran.

Disekolah sudah santer terdengar kalau mereka pacaran.

Pelan, Via mengayun langkah mendekati mereka. Percakapan merekalangsung terhenti. Viola menatapnya tidak suka, sedangkan Vian...

”ada apa?”

VIa menelan ludah getir. Astaga, suaranya dasar tanpa nada. Tatap matanya juga seolah menatap orang asing. Via merasa, antara dia dan Vian ada jurang yang Sangat lebar.

Viola menatapnya dengan sadis.

”ngg…aku….”Via meremas-remas jarinya, “ingin mengingatkan janji kita nyari kado untuk Langit, besok dia ulangtahun.”

Langit adalah adik bungsu Via yang besok akan genap berusia empat tahun. Vian Sangat menyayangi Langit, tak pernah lupa memberinya kado lucu selama tiga tahun berturut-turut__ yaitu selama mereka bersahabat dekat.

Respon Vian sungguh diluar dugaannya.

“emangnya, Langit adikku? Akukan gak wajib memberi hadiah.”

Via merasa tenguknya dingin, namun matanya agak panas. Sekuat tenaga dikuatkannya untuk tidak ‘meledak’. Pertama, itu memalukan. Kedua, Viola merasa menang.

”bukan begitu, hanya saja... aku sudah janji padanya...”

”itu janjimu, kenapa jadi merepotkan aku?”

”Vian” pekikinya gemas. ”aku gak punya niat merepotkan, hanya saja, kamu sudah janji. Kalau gak mau, kenapa gak bilang sejak kemarin-kemarin?”

Vian mendengus sambil membuang muka. Vian sempat menangkap senyum sinis yang merekah di bibi Viola.

”kamu ini kenapa, Vian, makin lama makin jauh dariku.”

”gak kenapa-kenapa.”

”aku mau tahu, apa ini semua gara-gara Viola?”

”jangan bawa-bawa Viola!”

”tapi kamu berubah sejak dengan dia”

”itu urusanku, Via!”desis Vian.

“memang, iu hak kamu. Aku hanya mau bilang, kamu sungguh gak adil menjauhi aku demi dia.” Napas Via agar terengah-engah seusai mengatakan itu.

“Via!!” bentak Vian kasar. “antara kita gak ada hubungan istimewa, apa aku wajib melapor padamu setiap kali ingin berteman dengan orang lain?!”

Bentak Vian membuat Via tersurut dua langkah. Dia nyaris tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Vian membentaknya, satu hal yang bahkan tidak dilakukannya ketika Via sekali waktu memecahkan bola kristal kesayangannya.

“kamu..” bergetar suara Via, “ membentakku…”

”karena kamu keterlaluan,” tukas Vian suka-sukaku mau berteman dengan siapa, kamu gak berhak membatasi. Dulu kita pernah janji, akan saling mendukung sebagai sahabat, tidak lebih. Jangan jadikan keakraban kita untuk mengikat kakiku!”

Pandangan Via mulai nanar. Mengikat.... itukah yang dirasakan Vian selama mereka bersahabat? Sungguh duluar dugaan. Pertama, tentu saja itu tidak benar. Kedua, meskipun itu benar, toh Vian tidak pernah protes.

Via menjatuhkan tatapannya kelantai. Memang, mereka pernah berjanji untuk saling menjagai sedapat mungkin sebagai teman dan judyth yakin dia tidak pernah mengingkarinya. Mereka bebas bergaul dengan teman lain tanpa saling menjauhi seperti ini.

Semua berubah sejak Viola hadir diantara mereka. Benar, Via tidak menyukainya, namun dia juga tidak bermaksud melarang Vian berteman dengan cewek itu. Dia hanya tidak mengerti kenapa harus ada jarak diantara mereka. Tidak bisakah tetap berteman seperti dulu, tetap saling memilik seperti janji mereka?

Via mengangkat wajahnya, berusaha tegar saay berkata, ”maafkan aku, Vian, jika ucapanku hari ini kamu anggap melanggar perjanjian kita. Aku janji, tidak akan mengganggumu lagi. Terimakasih kerena pernah jadi sahabat terbaikku.”

Dia berbalik tanpa menunggu jawaban.

*** *** ***

Via tersenyum girang melihat hasil ujian semester dirapornya. Luar biasa, dia berhasil merebut posisi runner-up, alias ranking dua! He he, batinnya berarti boleh minta hadiah computer sama papa tersayang.

Seseorang menyenggol lengannya. Via berpaling, tersenyum lebar pada Albert. Dibiarkan cowok jurusan IPS itu mengambil rapornya. Albert berdecak kagum dengan mata melebar.

“gile.. ju.. ngeri amet nilai rapormu. Bagi dikit dong pintarnya.”

”boleh tapi aku kasi diskon tujuh puluh persen”

”dasar pelit. Eh, aku sudah dengar berita terhangat hari ini. Kabarnya menyebar lebih cepat dari kecepatan cahaya, bahwa kamu berhasil mengalahkan Vian.”

Via mengatupkan bibirnya. Dia percaya kata-kata Albert. Hari-hari terakhir sebelum ujian semester ganjil, nilai Vian banyak yang merosot, sampai ditegur hampir semua guru. Via perihatin dengan keadaan itu, namun sejak kejadian di aula, dia sudah berjanjipada diri sendiri untuk tidak ikut campur urusan Vian.

”ah ini bukan perlombaan,”elaknya, ” gak ada yang menang ataupun kalah. Aku memang makin rajin belajar, wajar aja kalau nilaiku mengalami peningkatan.”

”ada yang gak wajar,” pelan suara Albert. ”oke, nilaimu naik, tapi sungguh diluar dugaan nilai Vian bisa separah itu. Bayangin aja, dia jatuh keposisi delapan dari posisi satu. Kudengar kata gosip, Vian makin mundur setelah dekat dengan Viola. Benar begitu?”

Viola... Dua hari yang lalu, Via dengar( dari gosip juga) gasi itu ’menendang’ Vian setelah mendapatkan pacar baru.

”tidak tahu.” Via mengangkat bahu.

”kalian kan sahabat dekat.”

Via menapaki koridor menuju toilet dengan perasaan campur aduk, antara senang dengan nilainya dan sedih dengan nilai Vian. Dia berusaha menguatkan diri dengan berkata dalam hati..bukan urusanku.

Langkahnya terhenti didekat garasi satu sosok yang amat dikenalnya, duduk termangu menyendiri memandangi sebuah rapor. Via tergerak untuk mendekatinya.

Vian menatap dengan sorot muram. Via melihat jelas kekecewaan diwajanya yang kuyu.

”selamat untukmu, Ia”parau suara Vian.

“thanks.”

“aku menyesal mengabaikan peringatanmu, Viola memang hanya iseng padaku,” gumam vian tanpa diminta. “dia memintawaktuku terlalu banyak, sampai aku gak punya lagi untuk diri sendiri apalagi untuk bersamamu seperti sebelumnya.”

Via berkata dengan nada santai, ”oh, gak apa-apa, aku bisa melakukan banyak hal sendirian.”

”tapi aku tidak,” lirih suara vian. ” aku merasa kakiku hilang sebelah tanpamu. Viola gak pernah menyokongku seperti kamu, gak pernah mengingatkanku ada ujian atau tugas, gak pernah menghargaiku sebaik kamu dan gak bisa kuajak berbagi keluh kesah seperti kamu.”

Via mendengarkannya tanpa ekspresi. Sejurus ada perasaan itu tanpa perasaan iba, namun dibunuhnya perasaan itu tanpa perasaan.

”ia.. aku minta maaf atas sikapku yang meremehkan keberadaanmu. Bisakah kita berteman lagi?” pinta Vian memelas.

”berteman? Tentu saja”

”seperti dulu? Bisa saling berbagi apa saja dan pergi bareng?”

”gak janji, aku mau masuk bimbingan untuk persiapan UAN”

”jadi... kamu gak mau lagi menemaniku..”

”antara kita gak ada hubungan istimewa,” desis via tajam. ”aku gak wajib terus berada disisimu. Jangan jadikan persahabatan kita untuk mengikat kakiku. Seperti janji kita, kamu dan aku gak akan saling membebani. Permisi”

Via berbalik, meninggalkan Vian yang ternganga..

”hei...hei... bukannya itu kata-kataku.. ” kata Vian dalam hati



*** *** ***

 
posted by fifah at 05.43, | 0 comments

beghh!!!

beghhh !!!!... apa jadinya blog ku yang ini... huahuahua...
terlantar abis... hohohoho....
rencana ni blog bakal jadi gudang cerita2 ku yang gak pernah ada habisnya...tapi masalahnya.. semua cerita2 ku gak ada yang selesai.. dan sekarang aku nergetin bakal selesai.. so... bentar lagi bakal ada story ku yang asli,,, hihihi..but untuk sementara... aku bakal posting cerpen2 orang dulu,, tapi dalam cerpen ini banyak yang aku ubah... soalnya ada yang rada2 gak srekkk,,,, hihihi...
 
posted by fifah at 05.18, | 0 comments
Sabtu, 22 September 2007

ceritaku...

huff.. cape' juga liat ne blog. baru sech baru. tapi banyak maunya. cape' dech.. yach tapi syukur lah aku udah tau dikit tentang HTML. huff gaptek aku. hihihi. yach emank gak gampang pelajarin HTML. tadi sempet keacak2 hehehe.. akhirnya yach gini ajha. mau di gaya-gayain tapi takutnya entar salah lagi. hm... yach entar barkembang juga.. hehehe... kayak punyanya si ubay --sibocahgede'--.
awalnya yach emank musti sabar klo berwara-wiri diinternet.. yach klo gak terkenal-kenal. yach emank udah nasib. mau diapain lagi... :D
 
posted by fifah at 07.09, | 0 comments